Selamat Datang - Semoga Bermanfaat (^_^)

6.10.2012

Fungsi dan makna kata dasar


BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar Belakang
Morfologi merupakan bagian dari ilmu bahasa atau linguistik. Ilmu bahasa, secara singkat, dapat sijelaskan sebagai ilmu yang mempelajari seluk beluk bahasa secara ilmiah. Seperti halnya ilmu-ilmu lain, ilmu bahasa bersifat umum, maksudnya tidak terikat pada satu bahasa.
Sebuah kata dalam bahasa Bali akan dapat dipelajari dari unsur bentuk atau struktur yang membangunnya dan isi atau arti yang dirasakan atau ditentukan dari pembentukan kata-kata sebagai kata dasar atau kata jadian. Kata dalam bahasa bali dapat dilihat struktur atau bentuknya yang membangunnya. Dalam betuknya dapat dibagi beberapa macam yaitu kata dasar (kruna lingga), kata jadian (kruna tiron), kata ulang (kruna dwi lingga), kata majemuk.
Dari penjelasan diatas akan dijelaskan salah satu bentuk dari bahasa yaitu kata dasar (kruna lingga). Kata dasar ( Kruna lingga) adalah kata yang sudah mempunyai atau mengandung arti. Dan kata dasar ini belum pemperoleh imbuhan, baik awalan, sisipan, dan akhiran. Kata dasar ini terdiri dari 1,2,3,4, dan 5 suku kata (wanda). Dari hal tersebut kami akan memperdalam penjelasan tentang fungsi dan makna kata dasar bahasa bali.
1.2        Rumusan Masalah
Berdasarkan  latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang hendak dibahas dalam makalah ini adalah :
1.      Apa Morfologi itu ?
2.      Apa  Kata dasar itu?
3.      Bagaimana Fungsi dan Makna Kata Dasar ?
1.3        Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang diharapkan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.      Untuk mengetahui morfologi itu!
2.      Untuk mengetahui Apa itu kata dasar!
3.      Untuk mengetahui bagaimana fungsi dan makna kata dasar!
1.4        Manfaat penulisan
        Dalam penulisan makalah ini manfaat yang dapat diperoleh oleh penulis dan pembaca supaya penulis dan pembaca memahami dan mengetahui apa itu morfologi. Disamping itu agar penulis dan pembaca mengetahui fungsi dan makna dari kata dasar.
 
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Morfologi
            Morfologi berasal dari bahas inggris,  morphology yang terdiri dari morpheme + logos. Morph berarti bentuk,  logos berarti ilmu (widya). Jadi morfologi adalah ilmu yang mempelajari  bagian daripada tatabahasa yang membahas tentang seluk-beluk struktur kata serta pengaruh perubahan struktur kata terhadap jenis kata atau kelas kata dan maknanya.
            Dalam morfologi ada penjelasan tentang bentuk kata. Bentuk kata dalam bahasa bali dapat dipelajari dari bentuk atau struktur yang membangunnya dan isi atau arti yang dirasakan atau ditentukan dari pembentukan kata-kata sebagai kata dasar atau kata jadian. 
2.2     Kata Dasar
         Kata dasar adalah kata yang sudah mempunyai atau menagndung arti dan belummemproleh imbuhan, awalan, sisipan, akhiran, serta gabungan imbuhan dan belum adanya pngulangan.
         Umumnya kata dasar dalam bahasa Indonesia, dan juga semua bahasa yang serumpun dengan bahasa Indonesia, terjadi dari dua suku kata; misalnya: rumah, lari, nasi, padi, pikul, jalan, tidur dan sebagainya. Seorang ahli bahasa Jerman, Otto von Dempwolff, dalam penelitiannya tentang bahasa Indonesia telah menetapkan dua macam pola susunan kata dasar dalam bahasa Indonesia. Pola itu disebutnya Pola Kanonik atau Pola Wajib , yaitu:
1.      Pola Kanonik I: K-V-K-V, maksudnya tata susun bunyi yang membentuk suatu kata dasar terdiri dari: Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal, misalnya: padi, lari, paku, tiga, dada, dan sebagainya.
2.      Pola Kanonik II: K-V-K-V-K, maksudnya di samping Pola Kanonik I kata-kata dasar Indonesia dapat juga tersusun dari Konsonan-Vokal-Konsonan-Vokal-Konsonan, misalnya: rumah, tanah, batang, sayap, larang, dan lain-lain.
Kita tidak menyangkal akan apa yang telah dikemukakan oleh von Dempwolff. Tetapi, andaikata kita menerima secara mutlak Pola Kanoniknya itu sebagai dasar yang absolut, maka bagaimana kita harus menerapkan kata-kata seperti tendang, banting, panggil, aku, api, anak, dan lain-lain? Berarti kita sekurang-kurangnya menambahkan beberapa macam rumus lagi agar bisa menampung semua kata dasar yang terdapat dalam bahasa Indonesia, misalnya: K-V-K-K-V-K, V-K-V-K, V-K-V. Dan semua rumus ini sekurang-kurangnya baru mengenai kata-kata dasar. Jika kita membahas kata-kata pada umumnya, tentu akan lebih banyak lagi.
Oleh karena itu kita mengambil suatu dasar lain yang lebih sempit yaitu berdasarkan suku kata ( silaba ). Bila kita berusaha untuk memecah-mecahkan kata dasar bahasa Indonesia menjadi sukukata-sukukata, maka kita akan sampai kepada satu kesimpulan bahwa ada tiga macam struktur sukukata dalam bahasa Indonesia yaitu: V, V-K, K-V , dan K-V-K . Dengan demikian kata-kata dasar dalam bahasa Indonesia dibentuk dari kemungkinan-kemungkinan gabungan dari ketiga jenis silaba itu, misalnya:
-          ru – mah  (K-V + K-V-K)
-          ka – ta     (K-V + K-V)
-          a – pa      (V + K-V)
-          lem – but  (K-V-K + K-V-K)
-          na – ik      (K-V + V-K)
-          a – ir       (V + V-K) dan lain-lain.
Bedasarkan bentuk atau struktur wanda atau silabik kata dasar bahasa bali dapat dirincikan menjadi 5 (lima) macam yaitu :
a.   Kata dasar terdiri atas 1 suku kata/silabik (wanda)
Contohnya : bah, don, doh, yeh, tuh.
b.   Kata dasar terdiri atas 2 suku kata/ silabik (wanda)
Contohnya : bahbah, baud, damper, liang.
c.    Kata dasar terdiri atas 3 suku kata/ silabik (wanda)
Contohnya : delima, kertala, bencana, segera, negara.
d.   Kata dasar terdiri atas 4 suku kata/ silabik (wanda)
Contohnya : jebuggarum, kumalipan, karangasem.
e.   Kata dasar terdiri atas 5 suku kata/ silabik (wanda)
Contohnya : katiwawalan, katimmumulan, kalisasuan, tambulilingan.
Dalam istilah kata dasar ini kadang-kadang sama atau berbeda dengan bentuk dasar. Dari contoh penganggonne dapat dirinci anggo adalah kata dasar dari nganggo (n-anggo), sedangkan penganggo adalah sebagai bentuk dasar dari panganggonne (panganggo-ne).

  2.3        Fungsi dan Makna Kata Dasar
2.3.1.      Fungsi kata dasar
Sebelum membahas tentang fungsi kata dasar kita harus mengenal apa itu fungsi. Fungsi adalah sekelompok aktivitas yang tergolong pada jenis yang sama berdasarkan sifat atau pelaksanaannya. Dan Fungsi (bahasa), dalam linguistik berarti suatu cara untuk mencapai tujuan dengan menggunakan bahasa tersebut. Fungsi kata dasar adalah sebagai penunjang pemaknaan dan kegunaan dari  imbuhandan termaksuk fungsi gramatikal.
Kata dasar makan termasuk golongan kata kerja, setelah mendapat afiks –an menjadi makanan, kata tersebut termasuk golongan kata benda. Jelas bahwa disini fungsi kata dasar adalah penujang pembentukan fungsi dari afiks –an yaitu sebagai pembentuk kata benda.
2.3.2.      Makna kata dasar
Sebelum membahas tentang Makna kata dasar kita harus mengenal juga apa itu makna. Makna adalah arti atau maksud dan antara lain dapat merujuk pada hal-hal berikut. Makna (linguistik), makna yang disampaikan melalui bahasa. Makna (nonlinguistik), makna yang disampaikan tidak melalui bahasa verbal atau tulisan, melainkan misalnya melalui bahasa tubuh atau fenomena alam. Makna leksikal, makna kata secara leksikal tanpa turunan atau interpretasi.
 Makna kata dasar meruapan fungsi semantic yaitu menekankan sebuah maksud dari kata yang menyusun kalimat-kalimat yang disusun dalam wacana.  

a. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
•  Makna leksikal ialah makna kata secara lepas, tanpa kaitan dengan kata yang lainnya dalam sebuah struktur (frase klausa atau kalimat).
Contoh:
            - rumah     : bangunan untuk tempat tinggal manusia
            - makan     : mengunyah dan menelan sesuatu
            - makanan : segala sesuatu yang boleh dimakan
Makna leksikal kata-kata tersebut dimuat dalam kamus. 
Makna gramatikal (struktur) ialah makna baru yang timbul akibat terjadinya proses gramatikal (pengimbuhan, pengulangan, pemajemukan).
Contoh:
             -  berumah               : mempunyai rumah
             -  rumah-rumah       : banyak rumah
             -  rumah makan       : rumah tempat makan
             -   rumah ayah          : rumah milik ayah 
b. Makna Denotasi dan Konotasi
• Makna denotatif (referensial) ialah makna yang menunjukkan langsung pada acuan atau makna dasarnya.
Contoh:
                        -   merah  : warna seperti warna darah.
                        -   ular     : binatang menjalar, tidak berkaki, kulitnya bersisik.
• Makna konotatif (evaluasi) ialah makna tambahan terhadap makna dasarnya yang berupa nilai rasa atau gambar tertentu.
Contoh:
     Makna dasar                                        Makna tambahan
       (denotasi)                                              (konotasi)
merah     :  warna   ……………………….    berani; dilarang
ular         : binatang  ……………………    menakutkan/ berbahaya
•  Makna dasar beberapa kata misalnya: buruh, pekerjaan, pegawai, dan karyawan, memang sama, yaitu orang yang bekerja, tetapi nilai rasanya berbeda. Kata buruh dan pekerja bernilai rasa rendah/ kasar, sedangkan pegawai dan karyawan bernilai rasa tinggi.
•   Konotasi dapat dibedakan atas dua macam, yaitu konotasi positif dan konotasi negatif.
Contoh:
            Konotasi positif                                    Konotasi negatif
-           suami istri                                              laki bini
-           tunanetra                                               buta
-           pria                                                         laki-laki
• Kata-kata yang bermakna denotatif tepat digunakan dalam karya ilmiah, sedangkan kata-kata yang bermakna konotatif wajar digunakan dalam karya sastra.
            Ada dua macam golonagan macam kata yaitu kata yang menandung makna, konsep atau pengertian dan kata-kata yang tidak mengandung makna melaikan hanya memiliki fungsi gramatikal.
      Adapun contohnya.
      Pengunaan kata dasar dalam menyusun sebuah wacana secara gramatikal saja belum tentu menghasilkan bentuk-bentuk wacana yang dapat menyampaikan amanat dengan tepat dan benar. Ketepatan sebuah wacana masih tergantung juga pada ketepatan makna – makna tersebut misalnya :
-         Kucing itu menulis surat
Secara gramatikal kalimat tersebut adalah benar. Tetapi secara semantic kalimat tersebut tidak dapat diterima, sebab tidak ada hubungan semanik antara kata kerja menulis yang menjadi predikat kalimat itu dengan kata benda kucing yang menjadi subyeknya. Kata kerja menulis mengandung makna perbuatan yang bisa dilakukan oleh manusia padahal kucing yang menjadi subyek kalimat tersebut bukan manusia. Beda halnya kalau subyek kalimat tersebut kita gani dengan kata benda lurah sehingga menjadi :
-         Lurah itu menulis surat
Maka kalimat tersebut secara gramatikal dan secara semantic bisa di terima. Lurah adalah kata benda manusia, yang bisa melakukan perbuatan  menulis. Jadi ada hubungan sematik antara subjek dengan predikat di dalam kalimat tersebut.
                            
BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
 Umumnya kata dasar dalam bahasa Indonesia, dan juga semua bahasa yang serumpun dengan bahasa Indonesia, terjadi dari dua suku kata; misalnya: rumah, lari, nasi, padi, pikul, jalan, tidur dan sebagainya. Seorang ahli bahasa Jerman, Otto von Dempwolff, dalam penelitiannya tentang bahasa Indonesia telah menetapkan dua macam pola susunan kata dasar dalam bahasa Indonesia. Pola itu disebutnya Pola Kanonik atau Pola Wajib. Fungsi kata dasar adalah sebagai penunjang pemaknaan dan kegunaan dari  imbuhandan termaksuk fungsi gramatik. Makna kata dasar meruapan fungsi semantic yaitu menekankan sebuah maksud dari kata yang menyusun kalimat-kalimat yang disusun dalam wacana.
3.2        Saran
Kalimat atau kalimat-kalimat yang kita susun dalam sebuah wacana kita gunakan untuk menyampaikan amanat atau pesan kepada lawan bicara kita. Agar amanat yang kita sampaikan itu dapat diterima dengan baik, persis seperti yang kita inginkan, maka kata-kata yang kita gunakan harus kita pilih sebaik-baiknya, sesuai dengan konsep amanat yang hendak kita sampaikan dan harus memahami fungsi dan makna kata dasar. 

  Daftar Pustaka

Antara, IGP. 2011. Morfologi Bahasa Bali. Tata Wangun Kruna. Singaraja
Gorys, Keraf, Dr. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Cetakan Kesepuluh 
Ramlan,M.1965. Morfologi. Suatu Tinjauan Deskriptif.Yogyakarta:Up.Karyono-Jermajen Sutoyo 10
Tinggen, I Nengah. 1978. Ejaan Bahasa Daerah Bali Yang Disempurnakan. Huruf Latin. Bubunan
Warna, I Wayan (dkk). 1983. Tata Bahasa Bali.Denpasar: Upada Sastra

1 komentar:

devi mengatakan...

semoga makalah ini berguna sebagaimana mestinya